Menulis sebagai Media Curhat




Beginilah tulisan ini dibuka, saya mau bilang, saya pernah kesulitan berkomunikasi dengan orang lain – yang pada saat itu saya anggep, saya ini typical introvert parah dan sok misterius. Saya nggak biasa curhat ke orang tua, temen, atau siapapun. Saya nggak percaya kalo di dunia ada yang bisa saya percaya (kalo dicari ada sebenernya). Saya pingin, orang lain bisa ngerti tanpa harus capek-capek bicara. Ya mustahil, ya nihil. Akan jadi hal yang aneh bin ajaib kalo ada orang yang selalu bisa ngerti apa yang kamu pinginin tanpa kamu harus bilang. Sekalipun ada, terlalu ngimpi kan ngarep ada orang yang begitu.

 Hehe betapa lucunya bagian bahwa manusia pingin dimengerti tanpa mau ngerti kondisi yang lain. Temen saya sebener-benernya adalah, notes/diary/buku utang kecil buat catetan harian. Intinya, komunikasi bukanlah hal yang mudah sekaligus bukan hal yang sulit bagi beberapa orang. Sampe bertahun-tahun kemudian, saya ngrasain, begitu banyak faedah yang bisa saya dapet dari nulis. Dan begitulah tulisan ini sampai ke tangan kalian.

Menulis, membaca, dan berbicara adalah ketrampilan yang terpisah, bukan sama sekali ketrampilan paketan yang dimiliki semua orang semacem paketan copy three in one. Dia adalah ketrampilan terpisah yang harus dipelajari dan diupayakan satu persatu. Oke, mungkin dengan gerakan belajar sembilan tahun semua orang jadi bisa baca, mereka bisa ngerti ini itu, baca semua aksara yang mereka ngerti dari yang diajarin guru pas masa taman kanak-kanak dulu. Tapi, ada tapinya, apa semua orang bisa juga bicara cas cis cus dan nulis semau yang sama kayak yang dia sampaikan di kepala dia? Apa iya, ketiga hal tadi bisa dikuasai semua orang tanpa latihan, semacam semua orang terlahir jadi penulis, yang bacanya super cepet, nulis asik, dan bicara lancar di depan media? Enggak kan. 



Mungkin iya semua orang akhirnya bisa baca, tapi semua orang belum tentu menyukai dan ngejadiin membaca jadi hobinya. Itulah bedanya. Pada taraf ini, saya cuman bisa bilang, betapa ruginya mereka yang bisa baca tapi nggak suka baca. Dan betapa ruginya mereka yang selalu disuruh baca, tapi masa bodo sama keahlian membaca. Inget kan, ayat pertama di Qur;an adalah “ (IQRO’) Bacalah, Bacalah”. Baca dulu mbak sebelum nanya. Gitu. hehe

Saya seringkali terpukau sama orang-orang yang begini. Yang bisa menuangkan apa yang dia rasa persis sama kayak yang kita baca. Yang desah napasnya, titik komanya, penggalan perasaannya, ritme lingkungan dan suasananya, sampe se-detail gimana kita harus ngeluarin napas dan bikin airmata sesunggukan. Seolah-olah, itu adalah kondisi asli di depan mata, dan bukan tulisan karangan orang lain. Lantas, setelah kita kepukau sama gaya bahasanya di buku, kita masih dikagetin lagi dengan gaya bicara dia yang bisa menyampaikan dengan baik apa yang mau dia sampaikan. Tepat ke jantung hati para pendengar. (Sedaap kali bahasa saya) empat jempol mereka. Saya yakin, proses yang mereka alami juga lama.

Nah, persis kayak awalan tulisan ini. Saya mau bilang bahwa menulis adalah salah satu media. Sarana pelepasan sesuatu hal. Lelah, penat, manajemen waktu, kenangan, perasaan, dan bisa jadi media penghasil uang. Nulis bukan jadi kekhususan hal-hal yang jelek, atau serius doang kayak buku pelajaran, tulisan juga bisa dibuat ringan kayak tulisan para comedian/stand up/komika yang bisa bikin kita ketawa ngakak dan ngelupain sejenak beban yang ada. Intinya, nulis adalah salah satu SOMETHING SPECIAL yang harus kalian pahami yang bisa jadi salah satu therapy komunikasi buruk yang kalian punya.

Oke, kalau mau contoh, kayak ika natassa – raditya dika, nulis hanya salah satu cara mereka yang bisa bikin idup lebih idup. Awalnya mereka cuman curhat, nggak ngarep juga dibaca orang banyak. Tapi sebagaimana orang yang belajar, selain menghargai yang namanya proses - selalu ada hasil yang bisa dilihat, tiap kali mereka ngliat tulisan itu – tulisan mereka jadi tambah bagus. See, selain therapy penyaluran energy negative jadi ada media penampungnya, keahlian mereka meningkat, dan hati senang karena ada penghasilan tambahan. Mereka menikmati kegiatan menulis dan walhasil malah ngebawa berkah. Selain itu, unek-unek mereka tersampaikan Cuma-Cuma dalam tulisan.

Dalam tulisan yang udah jadul banget saya post, kurang lebih tahun 2011 atau 2012, yang saya kutip dari asma nadia. Nulis punya begitu banyaaaak manfaat yang bisa kalian rasain detik ini, atau sampe bertahun-tahun kemudian. Awalnya mungkin bisa aja coba-coba, sok-sok an kepingin jadi penulis kece kayak dee lestari, tere liye, atau siapapun lah yang kalian suka.

Dengan bahasa yang acakadut pun, ketika menulis sedikit demi sedikit - kalian dipaksa untuk berpikir di luar kebiasaan, kalian dipaksa mau ngetik apa ya awalnya, gimana ya biar menarik, atau harus se-jujur apa ya tulisannya dan salah satu hal pentingnya, dengan menulis kalian dipaksa diajak berpikir sistematis. Nggak mungkin dong orang nulis nggak runtut. Sekalipun itu sebuah diary kacangan anak muda jaman sekarang, menuliskannya membutuhkan niat- tenaga – semangat – dan imajinasi akan suatu hal yang sudah atau akan terjadi, kemudian dituangkan dalam suatu bahasa atau alur cerita yang biasa kalian pake.

Tulisan kalian menggambarkan bagaimana pribadi kalian, asumsi, respon kalian terhadap sesuatu, dan Bahasa yang kalian gunain sehari-hari.  

Makin lama jam terbang seseorang dalam menulis, akhirnya dia tau nih, ini harus dipenggal disini nih. Harus dikasih cut, titik, koma, dan sebagainya. Ini bakalan lucu pas diberhentiin disini nih. Dia akhirnya tahu mana yang pas ditulis mana yang enggak. Mana yang bikin tulisan keliatan pas atau enggak. Dan itu juga berpengaruh ke cara kalian menyampaikan sesuatu yang akan saya bilang keahlian menyederhanakan jalan pikiran. Hanya orang kece dan sistematis yang bisa menyederhanakan informasi kepada orang lain agar mudah diterima, ringkes, padet, dan nggak beribet atau berpanjang-panjang kata. Dan kabar baiknya, itu bisa dipelajari.

Menyederhanakan pola pikir nggak semudah sebulan dua bulan langsung kelar. Awalnya mungkin kita kesulitan ngebuang mana yang penting mana yang enggak, asal panjang dan halaman banyak, jadi keliatan keren. Akhirnya kalian sadar, dalam hal apapun, yang terpenting bukanlah soal kwantitas (jumlah), tapi kwalitas. Makin lama kalian juga paham, tidak harus semua hal kalian simpan, tidak harus semua hal kalian share, dan sebagainya. Kita jadi tau prinsip idup dengan menulis, bahwa pasti hanya hal-hal terbaik lah yang pingin kamu share ke orang. Hal yang menarik. Hal yang bermanfaat.

Disinilah menariknya sebuah tulisan. Kalian nggak bisa bilang bahwa tulisan itu mentah, jelek, nggak berbobot, karena setiap tulisan, punya sebuah proses panjang yang tidak dipahami orang lain. Dia udah nglewatin di angan-angan, alur, dan keahlian si penulis itu sendiri. Sebegitu buruknya tulisan pun, dia bakal tetap berharga buat penulisnya karena telah melewati proses rumit nan berliku. Iya, panjang dan rumitnya isi kepala penulis itu sendiri. Hehe.

Nulis selain bisa bikin kalian mikir, juga bisa bikin kalian lega, seneng, bangga, sekaligus terapi sebagaimana psikolog bisa nerapis orang dengan cara cerita. Tapi cerita bukan jadi hobi semua orang. Dan nggak semua orang bisa cerita apa-apa yang dia rasain di idupnya. Saya juga nggak suka tuh cerita-cerita masalah pribadi ke orang, kecuali sudah dalam bentuk tulisan yang saya rasa, oh ini udah pantes ini, oh ini udah pas nih.

Tapi. Buat orang yang sama sekali nggak bisa share masalahnya gimana dong? Apa mau dipendem doang. Okelah kasarannya, kita terlalu nggak percayaan sama orang, sampe pada titik – well aku kudu cerita sama siapa? Aku nggak bisa gini terus. Kepalaku udah mau pecah saking nampung banyak masalah. TULISIN AJA, DAN BUANG BEBAN ITU.

Tulisin semua kegundahan kamu, suatu saat nanti kamu bakal tau hebatnya menulis adalah memaksa kamu memikirkan solusi dari yang kamu keluhkan. Karna apa coba? Ngapain kamu nulis capek, ngeluh, dan berlembar-lembar itu doing isinya nggak ada langkah konkritnya? Jadi malu kan akhirnya sama diri sendiri. Nah, disitulah hebatnya pengaruh tulisan. Dia bisa nyentil kalian lebih sadis daripada omongan orang.

Lebih asik lagi kalau kalian bisa ngubah tulisan yang tadinya masalah tadi, jadi semacam ngasih motivasi, dan suntikan semangat buat yang lain. Karena kalian ngrasain sesuatu hal, kalian nggak mau orang lain ngrasain itu, dan dengan baik hatinya kalian nulisin tips trik biar yang lain terhindar dari hal-hal semacam itu. Tips jalan-jalan kek, tips semangat kerja kek, atau tips anti galau. See, jadi baik dan bermanfaat atau membanggakan diri nggak harus dengan cara yang mahal kan?

Bagi saya menulis adalah salah satu media curhat paling jenius. Karna dengan menulis, ternyata bisa melepas penat, emosi, curhatan-curhatan receh yang tidak tersampaikan, dan yang paling penting, tulisan membantu merekatkan memori kamu yang kadang suka kepisah. Memori-memori yang suka kepencar saking randomnya. Ketemu orang ini itu, kena hal ini itu, dan ngrasain ini itu. Kalo ingatan kamu nggak bisa bantu ngingat, biar tulisan yang bantu ngingetin. Kalo kamu nggak punya anak dan printilannya itu, biar tulisan jadi anak-anak kamu. Gitu kata ika natassa.

Jadi, mulailah menulis, setidaknya kalo kalian gabisa curhat ke orang dan atau bahkan ga percaya, bisa mengurangi beban pikiran dan ngebantu kita manage kenangan harian. Lagian, saya cuman mau bilang, tulisan yang bagus bukan tulisan mereka yang udah terkenal dan punya duit bejibun sama bukunya dimana-mana itu. Tulisan yang baik adalah tulisan yang kalian mulai, dan memperbaiki diri kalian sedikit demi sedikit, sampe akhirnya kalian sadar – ternyata gue sukaaak banget nulis.