Lima kali sehari adzan berkumandang. Ia datang sebagai panggilan wajib
dari Tuhan untuk umatnya, untuk beristirahat dari lelah dan sibuknya urusan
dunia. Sebenarnya begitu, tapi ketika disibukkan dengan berbagai urusan, kita
justru menganggapnya sebagai gangguan. Herannya lagi, kadangkala panggilan dari
Tuhan itu kalah penting daripada bebunyian alarm smartphone atau panggilan dari
atasan. Adzan bagi sebagian orang (mungkin juga saya) hanya sepintas lewat, masuk
telinga kanan keluar telinga kiri, hiasan harian, atau yang lebih parah lagi
tak pernah berarti apa-apa. Pengganggu tidur barangkali.
Hebatnya Ramadhan, ia merubah adzan yang kerap diabaikan menjadi begitu
merdu dan indah didengar. Ia yang lama diabaikan menjadi ditunggu tunggu bagai
jodoh impian yang telah lama diharapkan. (sedaaap). Semua bersiap menunggu
adzan. Tak ubahnya nyanyian lembut dan menyegarkan, adzan di bulan Ramadhan
berubah menjadi sesuatu yang SANGAT special.
Kebahagiaan kecil yang menyenangkan.
Satu langkah adzan di setiap waktu shalat menjadi pertanda satu step
telah kita lewati untuk berhenti menahan, berbuka. Subuh, dzuhur, ashar,
magrib. Tiap tahapan itu mengingatkan kita bahwa semua proses tidak sesulit
yang kita bayangkan, yang perlu kita lakukan hanya melakukannya dengan ikhlas. Tiap tahapan itu mengingatkan kita bahwa,
setiap proses punya jenjang sendiri – mungkin terlihat berat bagi sebagian
orang, mungkin juga telah terasa ringan bagi sebagian yang lain. Itu tanda
bahwa tiap tiap orang sedang berproses.
Tiap adzan yang berkumandang
menyegarkan, mendamaikan, entah magrib atau yang lainnya, ia sama merdunya. Entah
sedang dimanapun, dengan siapapun, dan dalam keadaan apapun – adzan menjadi hal
yang menggembirakan bagi semua. Mereka bersiap menyambutnya, dengan
kebersamaan, dengan kelegaan, dengan senyuman.
Ingin sekali rasanya selalu menemukan kebagiaan kecil yang menyenangkan
seperti adzan di kala Ramadhan. Terus menyenangkan. Barangkali juga seperti udara
gratis yang kita hirup. Pemandangan indah. Orang tua dan saudara yang
marah-marah ketika kita ganggu. Rumah yang hangat. Uang yang selalu cukup.
Pakaian yang baru. Teman-teman baik yang lucu. Semuanya. Bahkan kebahagiaan-kebahagiaan
kecil itu ternyata seringkali kita lalaikan, hingga kita lupa nikmatnya
sekumpulan kebahagiaan kecil yang Tuhan berikan.
Tapi bersyukurlah ada Ramadhan. Setidaknya satu kali bulan dalam 12
bulan kita mengingat bahwa kita punya kebahagiaan kecil yang terus kita
nantikan.
Saya hanya ingin bilang, ternyata kebahagiaan tidak perlu besar. Kita
tidak perlu menunggu momen besar untuk berbahagia. Itu sulit. Itu menunda
ratusan bahkan ribuan kebahagiaan yang setiap harinya selalu diberikan Tuhan.
Seperti adzan. Ia hanya datang beberapa menit, tapi mendengarnya saja
hati luar biasa. Dia membawa keberkahan dan menjadi harapan yang ditunggu semua
orang. Jika saja itu tidak datang hanya di bulan ramadhan, saya rasa setiap orang akan tau –
mendengar adzan selalu menyenangkan. Seperti hanya kamu yang dirindukan Tuhan.
Semoga, tidak hanya pada Ramadhan.
Yogyakarta, 23 Mei 2018. “21.09 WIB”