Yogyakarta, 2018
Social media memang
punya fungsi yang banyak, salah satunya ajang aktualisasi diri. Ia terkait erat
dengan personal branding seseorang.
mau keliatan jadi traveller, hijabers, kutu buku, penggila k-pop, foodgram, pecinta kata, selebgram, atau apapun, semuanya
tergantung pada personal branding
yang ingin ditampilkan seseorang dari akun social medianya. Kesan yang kuat
dari suatu akun itulah yang bisa kita sebut sebagai Personal Branding.
Tidak semua orang
akan jujur pada social medianya. Namanya juga dunia maya, dia pasti akan dibuat nampak lebih drama daripada
sebenarnya.
Bicara tentang salah
atau benarkah seseorang yang mengupload sesuatu di media merupakan tanda pamer?
Saya pikir itu tidak 100% benar.
Dalam salah satu blog
yang pernah saya baca, saya mengamini salah satu kalimatnya yang kurang lebih
saya kutip begini, “orang yang bahagia tidak bisa dikatakan pamer. Karena kebahagiaan yang
dirasakan seseorang sifatnya sulit untuk dikendalikan. Dia akan selalu ingin
membagikan kebahagiaannya tersebut kepada orang lain”, termasuk dengan
kalimat, biar seluruh dunia tau saya juga bahagia disini. Dengan bukti
foto-foto ini, kegiatan ini, dan apapun. Maka pendapat saya yang menyatakan bahwa
menge post kegiatan di media social sebagai ajang pamer akan saya tarik
kembali.
Faktanya, kebahagiaan
memang sulit disembunyikan. akan tampak tidak alamiah, atau kurang manusiawi
jika seseorang yang sedang dalam keadaaan bahagia hanya diam, datar, dan tidak
melakukan suatu apapun. Kebahagiaan biasanya menular, dan mengelilingi manusia
dengan doa doa baik meskipun tidak jarang mengundang umpatan dan syirik dari
beberapa orang. Berbeda dengan kesedihan – dia lebih mudah dikendalikan dan
disembunyikan karena tidak banyak orang yang peduli pada kesedihan yang lain. Realistis
saja, mana ada sih yang mau nanggung beban orang lain? Beban sendiri juga udah
bikin puyeng.
Itulah salah satu
alasan mengapa social media menjari laris, meskipun bisa saya katakan, yang
dilakukan mayoritas itu belum tentu benar. Orang-orang ramai memasang foto
tempat bagus, makanan enak, lokasi menarik, keluarga atau tampilannya yang OOTD
dan cantik seksi bahenol, dan semua orang mengikutinya. Itu hanya sepersekian
yang ingin ditampilkan mereka sebagai personal
brandingnya. Sekaligus kekurangannya dengan tidak mau menampilkan dirinya
yang apa adanya. Dari fakta tersebut harusnya kita bisa menarik kesimpulan
bahwa, hidup semua orang sama menariknya, sekaligus sama tidak menariknya. Kita
saling memandang ketika ditimpa beban, di sisi lain akan saling merendahkan
ketika mendapat kemudahan. Dunia terlalu naif dengan bicara seperti di atas
tadi.
Terlepas dari apakah personal branding itu terkesan pamer
atau tidak, saya meyakini penuh bahwa tidak ada orang yang mau tampil tidak
bahagia, tidak menyenangkan, susah, atau frustasi di hadapan yang lainnya. Kita
selalu ingin tampil LEBIH dibanding yang lainnya, lebih baik, lebih kuat, lebih
berpengalaman, lebih pintar, dan lebih dalam segala hal. Sehingga akhirnya
banyak orang yang berlomba-lomba untuk tampil bahagia di depan yang lainnya,
kecuali orang
tersebut punya kecenderungan mental yang berkebalikan. Caper misalnya, ingin
diperhatikan sekeliling. Maka dari itu wajar dan syah-syah saja apabila semua
orang melakukan kegiatan post foto, mengabadikan kenangan, mengunggah kegiatan
sehari-hari, yang tampak wow dan menyenangkan bagi orang lain. Meskipun tanpa
disadari itu menimbulkan iri hati bagi yang lain.
Ada kutipan menarik
yang saya dapat dari sebuah buku,
“Kehidupan
seseorang memang menjadi pemandangan bagi yang lainnya”. dan itulah salah satu hebatnya
social media.
lantas
apa personal branding social mediamu?