Materi memang menggiurkan. Hari gini,
siapa yang nggak ngiri liat sodara punya mobil duluan? Mahal, keren, terbaru
lagi. Liat temen punya barang ini itu duluan? Liat tetangga, musuh, atau
siapapun di jalan yang keliatan lebih bermateri dan beruntung daripada kita. Manusiawi
bukan? Mobil, rumah, emas, pasangan yang kece, harta lain yang Nampak dan bisa
ditampakkan kepada orang lain? Naik haji dan bikin iri misalnya. Wkkw .
Saya jelas nggak munafik dong. Ditanya mau
nggak dikasih kayak gitu, saya bilang, MAU. Harta adalah jalan lain mendapatkan
kebahagiaan dan salah satu sarana ibadah di dunia. Missal aja buat sedekah,
infaq, membahagiakan orang tua dan keluarga, naik haji. Semua butuh materi yang
berbentuk itu. Jelas.
Tapi untuk menenangkan dan menentramkan
hati, ada kalanya, SEHARUSNYA kita
justru memperhatikan apa yang sudah dan masih ada di sekeliling kita. Malam lalu, saya baru saja bertemu teman lama,
bersama calon isterinya (hamdalah dia sudah menemukan yang cukup buat hatinya,
wkwk) – dan satu lagi teman kuliah. Dalam setiap obrolan saya menyadari, ini
juga kebahagiaan saya – (yang selalu ada tapi tidak akan terus menerus dari
orang yang sama) dari obrolan ringan, tawa ejekan, saling berbagi cerita ini
itu, visi misi dan anggapan baik tentang kehidupan.
Pada titik mendengarkan mereka yang
sedang berbicara, saya tersenyum dalam hati, oh ini - kebahagiaan kecil yang
jarang saya sadari, kebahagiaan yang sering kali datang tapi sering juga
saya abaikan. Oh - saya kurang syukur ternyata. Kalo saya bersyukur, saya pasti juga bikin mereka bahagia dan selalu baik sama mereka. Sayangnya saya sering lupanya wkwk.
Lazimnya, waktu kita kuliah strata satu dulu, mau nyari temen
main gampang. Nunjuk tempat manapun selalu ada yang bisa. Makan kesini kesitu
rombongan ada. Nebeng kost an temen dimana-mana gampang juga.
Lantas setelahnya, semua orang jadi
sarjana. Pergi. Jauh. Kita kehilangan beberapa teman tempat bercanda dan gitu
aja.
Di kesempatan lain, waktu malam hari
saya balik ke rumah, saya menemukan bapak ibu saya nggak pergi kemana-mana dan
nggak nglakuin aktifitas seperti biasanya (SIBUK SAMA HP SENDIRI-SENDIRI). Bapak
saya lagi karaokean dan ibuk saya senyum merhatiin, mungkin ibuk saya antri mic
nya. Kwkw. Melihat hal sesepele dan seremeh temeh itu saya senyum dalam hati,
saya nggak bisa nggak narik bibir saya buat senyum lebar, liatin tuh – liat orang
tua damai, lengkap dan akur aja saya bahagianya luar biasa.
Pada titik itu saya menyadari, betapa
Allah sangat sayang sama saya dengan menganugerahkan semua yang diinginkan
banyak orang di luar sana. Kebahagiaan kecil ini harusnya saya lestarikan. Biar
saya nggak perlu bahagia dengan hal yang mahal dan susah didapatkan.
Mungkin semua orang takjub sama harta
dunia, emang silau, dan nyenengin
sepertinya punya yang dipunyai orang lain juga – tapi seandainya ditanya,
yang melengkapi idup kita nggak cuman harta. Ada terlalu banyak kebahagiaan
kecil yang jarang kita sadari, dan itulah yang sebenernya nglengkapin idup
sekaligus jadi motivasi hidup. Allah itu tau yang kita butuhin, lagipula coba
pikirin, yakin mau punya harta banyak tapi ga punya keluarga? Yakin mau punya
harta segala macem tapi sendirian ? NO WAY.
Satu hal yang nanti semua orang akan
pahami, rasa cukup itu mencukupkan. Mencukupi. Bikin kita syukur. Seharusnya kita ngrasa cukup
dengan keluarga yang itu, rezeki yang itu, teman yang itu, lingkungan yang itu,
dan segala hal yang memang sudah jadi takdir kamu. Terlalu banyak hal yang akan
rusak hanya karena perasaan kurang yang kita miliki, calon yang ini kurang ini
kurang itu, makanan ini nggak cukup enak, bajuku kurang, gajiku nggak banyak, keluargaku
nggak bikin bahagia, seolah-olah di dunia ini cuman kamu yang paling sempurna
dan paling layak untuk mendapatkan kebahagiaan.
Lagipula apa yang kita dapat dari
perasaan tidak berkecukupan? CUMAN perasaan kecewa dan ketidakbahagiaan. Itu tanda
kamu nggak syukur. Orang nggak syukur pasti selalu ngrasa kurang. Orang yang
ngrasa kurang pasti selalu membanding-bandingkan. Imbasnya? Pasti ketidakbahagiaan.
Ada kata-kata menarik yang baru saja saya
baca di buku NANTI KITA CERITA TENTANG HARI INI, semoga bisa ngilhamin juga :
CUKUP
Jika
kita terus menerus mencari yang terbaik. Mungkin kita tidak akan pernah selesai
membanding-bandingkan. Kata guruku, segala yang baik itu adalah yang tumbuh kea
rah kebaikan. Tidak ada yang benar-benar terbaik, yang ada hanyalah bersedia
untuk terus menerus memperbaiki dan diperbaiki.
Lalu,
bagaimana kita bisa menentukan? Kata guruku dasarnya adalah kecukupan. Manusia bisa
memiliki ribuan pakaian, tapi dia hanya bisa memakainya satu. Bisa jadi
memiliki ratusan piring makanan dalam satu meja makan, tetapi dia hanya bisa
menghabiskan beberapa saja.
Ambillah
secukupnya, karena yang cukup itu justrulah yan bisa memberikan kenyamanan. Bisa
memberikan ruang gerak untuk terus tumbuh, untuk terus memperbaiki diri.
Pada
akhirnya kita hanya butuh yang cukup.
Mari
mensyukuri rejeki yang jarang kita sadari.
senyuman, kehangatan. kasih sayang.