a. For the first time
Pertama kali menginjakkan kaki di bandara Madinah (bulan September
ketika cuaca sedang panas), meskipun lega & bahagia karena sudah sampai, udara
yang menyentuh kulit saya (rasanya aneh) saya nggak tau bagaimana
mendefinisikannya karena kondisinya berbeda jauh dengan Yogyakarta. Saya bisa
bilang bahwa suhu disana tidak begitu menyengat, tapi hampir seperti berada di
sebelah mesin bus, itu tidak begitu menyenangkan.
Dengan suhu yang seperti itu, kalian perlu berhati-hati untuk
menjaga kesehatan & adaptasi, jika fisik menurun sedikit saja akan mudah
terkena radang tenggorokan karena angin gurun dan cuaca terik, tapi tidak
perlu khawatir – jika kalian selalu ke masjid untuk beribadah, air zam-zam
yang disediakan tidak pernah habis (dan stoknya banyak). Kalian tidak perlu
khawatir kesulitan mencari atau menambah stok air minum karena hampir di semua
lajur masjid bisa ditemukan tabung air zam-zam dalam 2 versi (cold &
not cold).
Selain itu, kalian harus berupaya minum dan makan dengan
volume yang lebih banyak daripada saat di Indonesia, kita akan lebih banyak
berjalan kaki – bergerak – dan menggunakan tenaga lebih banyak. Karena kita
disana dengan tujuan ibadah, maka penting untuk menjaga asupan makan & kesehatan.
Penting juga untuk meminum suplemen tambahan dan barangkali vitamin untuk
menambah daya tahan tubuh.
Bagi saya, yang paling tidak menyenangkan dari 2 tempat di
Saudi ini (yang lainnya menyenangkan dan menenangkan) hanya jarak toilet yang
jauh. Berbeda dengan di Indonesia yang kamar mandinya berada di samping masjid
atau sebelah ruang solat. Begitu kalian berniat hadast kecil atau besar,
tempat yang kalian jaga untuk solat akan hilang dengan cepat – kecuali ada
teman yang berada di sebelah kalian & itu bukan waktu limit menjelang solat
(Jika demikian, maka dipastikan dan harus direlakan bahwa kalian harus mencari
tempat yang masih tersedia).
Jika hendak ke toilet, kalian harus keluar pelataran masjid
dan harus turun tangga lumayan jauh. Yang jadi tantangan adalah untuk kalian
yang mudah kentut, jarak antara tempat wudhu dan toilet dengan masjid lumayan
jauh – itu cukup menegangkan sekaligus mendebarkan bagi saya karena saya harus
berdoa sepanjang jalan supaya tidak kentut lagi & tidak ketinggalan salat
jamaah. Hhe.
Di luar itu semua, sepertinya segala sesuatu saya maklumi
(meskipun toilet pun saya maklumi juga), makanan – hotel – transportasi – cuaca
dan bahkan orang lain yang menyebalkan pun saya maklumi. Saya menganggap bahwa ini
adalah perjalanan ibadah, dan apapun yang sedang saya terima saat itu adalah
proses & rangkaian ibadah yang saya lalui.
b.
Jarak Indonesia - Madinah
Jarak Indonesia – Madinah kurang lebih 9 jam 55 menit.
Jarak yang ditempuh tersebut hampir sama jika kalian flight dari bandara
Makkah kembali ke Indonesia. Bayangkan, saat ini kita bisa menikmati pesawat
terbang (dan harus terbang dalam waktu yang tidak sebentar), bagaimana jaman
nenek kakek kita dulu yang masih harus menggunakan kapal selama lebih dari 1
bulan untuk bisa kesana? Bagaimana kekuatan fisiknya? Berapa lama harus
berpisah dari keluarga? Apa saja resiko yang harus ditempuh untuk sampai
disana? Berapa biaya yang harus dikeluarkan?
Dan sederet pertanyaan lain yang kalau dibayangkan pasti
melelahkan. Dengan alasan itu kita harus bersyukur dan berupaya lebih maksimal
karena kita mendapat kemudahan yang lebih banyak dibanding dulu.
Soal perbedaan waktu, antara Indonesia dan Madinah terpaut
jarak kurang lebih 4 jam lebih lambat. Jadi, jika di Indonesia pukul 9 pagi, di
Madinah masih pukul 5 subuh. Perbedaan waktu ini cukup melelahkan mengingat
ketika di Indonesia sudah mulai masuk jam kerja, saat saya di Madinah (itu baru
masuk waktu menjelang subuh dan tombol kerja di tubuh saya belum on).
Hal lain lagi, perbedaan waktu tersebut lumayan berpengaruh
di tubuh jika kalian nonstop menggunakan angkutan darat – pesawat direct
Madinah untuk langsung melaksanakan serangkaian kegiatan tour travel,
jadi bisa dimungkinkan bahwa setibanya kalian disana akan merasa sedikit
kelelahan karena penyesuaian waktu.
… Bersambung di
review selanjutnya ya bagian (2)
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida