Oleh: Fina Asyfia, S.H.
Membedakan proses mengenai pengurusan tanah memang
gampang-gampang sulit ya rekan-rekan? Sebagian beranggapan bahwa pengurusannya
sulit dan ribet, Sebagian menganggap itu mduah kok asal tau pengertian dan
prosesnya.
Ada beberapa proses peralihan hak nih dalam hukum
soal tanah, yang paling sering kalian dengar adalah hibah dan waris. Sama atau
nggak sih keduanya?
Beberapa orang salah menyebutkan pengertian
keduanya, mereka menganggap proses pemberian yang diberikan pada saat pemilik
obyek masih hidup masih dapat dilanjutkan Ketika pemilik telah meninggal dunia.
Padahal, prosesnya jelas berbeda ya rekan-rekan.
Dalam hibah, peralihan harus dilakukan saat pemilik
obyek masih hidup. Sedangkan, dalam waris diberikan dan dapat diproses apabila
pemilik obyek telah meninggal dunia. Oke, di artikel ini kita akan lebih focus
mengenai hibah ya rekan-rekan!
PENGERTIAN HIBAH.
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) memberikan definisi bahwa, “Hibah adalah suatu persetujuan
dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa
dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan
barang itu.”
Jadi, dalam Undang-Undang hanya mengakui
penghibahan antara orang-orang yang masih hidup saja ya! Selain itu, hibah
hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang sudah ada. Jika hibah itu
mencakup barang-barang yang belum ada, maka hibah tersebut batal.
Terus gimana dong akta hibah yang sudah dibuat tapi
belum dibalik nama dan pemilik terlanjur meninggal dunia? Menurut Pasal 1666
KUHPerdata tadi, karena pemilik sudah meninggal, maka dengan begitu penghibahan
menjadi batal deh. Selain pengaturan tersebut, Pasal 1688 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata) mengatur mengenai hal-hal yang dapat mencabut maupun
membatalkan hibah antara lain karena hal-hal berikut:
- Syarat-syarat hibah tidak dipenuhi oleh
penerima hibah;
- Penerima hibah dinyatakan bersalah dengan
melakukan atau ikut melakukan suatu usaha pembunuhan atau suatu kejahatan
lain atas diri pemberi hibah;
- Apabila pemberi hibah jatuh miskin dan
penerima hibah menolak untuk memberi nafkah
kepadanya;
Dalam hibah terdapat 2 kategori, yang pertama,
Hibah yang dilakukan kepada orang tua atau kepada anak atau disebut juga hibah
garis lurus. Yang kedua, hibah kepada orang lain. Adapun berkas
yang harus disiapkan untuk hibah kurang lebihnya adalah sebagai berikut:
- Surat Permohonan Hibah yang ditujukan untuk
Badan Pertanahan Nasional (BPN) di wilayah obyek tanah;
- Surat Pengantar Hibah;
- Surat Kuasa pengurusan (apabila dikuasakan);
- Pajak penerimaan tanah atau Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
- Identitas pemohon dan penerima kuasa (apabila
dikuasakan) yang meliputi KTP dan Kartu Keluarga;
- Sertifikat Hak Atas tanah;
- Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
- Pernyataan-pernyataan lain yang dibutuhkan.
Jadi itulah sedikit penjelasan mengenai
pengertian hibah dan prosesnya ya rekan-rekan semua! Menarik dan sangat
bermanfaat bukan?
Editor: Latifa Mustafida.
Tidak ada komentar
Terima kasih telah berkunjung.
Latifa Mustafida