BOLEHKAH SUAMI HIBAH TANAH KE ISTRI ATAU SEBALIKNYA ?

Pertanyaan :

-          Suami saya berkehendak untuk memberikan harta pribadinya berbentuk tanah dan bangunan yang diperoleh sebelum perkawinan untuk diberikan kepada saya yang sudah menjadi isteri, apakah bisa hibah dari atas nama suami saya kepada saya walaupun tidak dibuat perjanjian kawin ? terima kasih.

Jawaban :

Ketentuan mengenai hibah dapat ditemukan dalam Bab X Penghibahan, Pasal 1666 s.d .1693 KUHPerdata. Menurut pasal 1666 KUHPerdata, hibah diartikan sebagai,

“Suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu”.  




Dari penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa hibah merupakan perbuatan 1 pihak, baik menyangkut sebagian maupun seluruh hartanya, kepada siapa saja yang menurut hukum diperbolehkan bertindak sebagai subyek hukum (Pasal 1676 KUHPerdata menyatakan bahwa “Setiap orang boleh memberi & menerima hibah, kecuali orang-orang yang dinyatakan tidak cakap menurut Undang-Undang).

Dalam praktek, pemberian yang sifatnya cuma-cuma tersebut memiliki pembatasan, salah satunya diatur dalam Pasal 1678 BW / KUHPerdata bagian 2 tentang kemampuan untuk memberikan & menerima hibah.

“Penghibahan antara suami istri selama perkawinan mereka masih berlangsung, dilarang. Tetapi ketentuan ini tidak berlaku terhadap hadiah atau pemberian berupa barang bergerak yang berwujud, yang harganya tidak mahal kalau dibandingkan dengan besarnya kekayaan penghibah.”

Dengan demikian, penghibahan dari suami kepada isteri ataupun sebaliknya, dalam bentuk tanah & atau bangunan tidak diperkenankan dengan dasar menghindarkan adanya percampuran harta benda perkawinan dan kemungkinan pelanggaran hukum lain sebagaimana ketentuan Pasal 35 (1) Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang perkawinan yang berbunyi, “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”.

Larangan penghibahan suami – isteri juga terdapat dalam yurisprudensi berikut : a) Perkara Nomor: 166/Pdt/G/1987/PN.Uj. Pdg tanggal 26 Januari 1988 Pengadilan Negeri di Ujung Pandang; b) Perkara Nomor Nomor : 201/Pdt/1988/PT.Uj.Pdg tanggal 15 September 1988 Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan; c) Perkara Nomor 1077K/Pdt/1989 tanggal 16 Juni 1994 Mahkamah Agung RI.

Meskipun memiliki pembatasan, bunyi Pasal 1678 KUHPerdata tersebut dapat disimpangi dalam beberapa keadaan, yakni :

1.       Terdapat perjanjian perkawinan pisah harta, sehingga tidak ada percampuran harta sama sekali diantara keduanya, atau yang mengatur tentang penghibahan diantara keduanya (Pasal 168 KUHPerdata tentang Hibah-Hibah Antara Kedua Calon Suami Isteri (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa);

2.       Terdapat putusan pengadilan yang menyatakan akan membagi harta Bersama dari suami ke isteri atau sebaliknya. 

Semoga bermanfaat! 

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida