MENGENALI EMOSI DARI ACARA VARIETY


              Buat kalian pecinta variety show korea, mungkin nggak asing dengan acara berjudul Ex-Change. Acara yang sudah berjalan 3 season ini membawa pengalaman yang berbeda-beda bagi pemain, MC atau penontonnya sendiri.

Ex-Change adalah acara televisi yang menampilkan beberapa pasangan yang telah putus dalam 1 rumah, mereka hidup bersama di satu tempat selama 3 minggu. Dalam 3 minggu tersebut, sesuai judul acaranya (Ex-Change), mereka bebas untuk memilih melanjutkan dengan orang baru (yang merupakan mantan orang lain) atau kembali dengan mantan kekasihnya.

Selain tinggal bersama, peraturan yang harus dipatuhi adalah mereka harus merahasiakan hubungan mereka sebelumnya, karena aturan tersebut, acara ini menjadi lebih menarik karena para cast harus menyembunyikan perasaannya sehingga penonton sekaligus cast dipaksa untuk menebak siapa yang pernah berpasangan dengan siapa. Ketika marah, dekat, atau salah paham bahkan para cast pun bisa salah menebak – karena ternyata dugaan manusia juga terbatas dari apa yang dilihatnya.

Dalam keadaan seperti di atas, tidak banyak  orang yang punya keahlian menyembunyikan perasaan senang atau kesedihannya. Sehingga ketika melihat cast bahagia penonton bisa tertular merasa bahagia, excited, geli dalam hati, dan sebaliknya – ketika terjadi salah paham, penonton pun ikut merasa marah, geram, gemas, dan benci karena emosi yang ditularkan.

Saya baru paham ternyata, emosi manusia sangat mudah menular dan dalam keadaan terdesak manusia bisa berubah menjadi orang yang sangat berbeda. Dan acara ini adalah eksperimen emosi manusia, dengan uji coba manusia itu sendiri sehingga kita lebih mudah memahaminya.




Karena waktu terbatas, para cast yang punya tujuan untuk mengejar kembali mantannya atau seseorang yang baru menjadi lebih waspada untuk melihat siapa saja saingannya, apa yang harus dilakukan, respon apa yang harus dia berikan. Terlebih dalam acara itu peraturan demi peraturan harus diikuti dan banyak pasang mata (kamera) mengawasi, tidak hanya perasaannya sendiri yang harus dijaga, tapi juga perasaan mantannya dan mantan orang lain – sehingga emosi yang muncul lebih beragam.

Seandainya kita ditempatkan dalam keadaan seperti ini pun, kita bisa jadi tidak lebih bijak dari mereka yang mengalaminya. Jadi, berkomentar dari apa yang kita lihat juga tidak  menjamin kita lebih baik dari kenyataannya.

Beberapa orang menyadari emosi yang baru, seperti cemburu tidak berujung, kemarahan yang tidak mereda karena kesalahpahaman komunikasi, dan timing yang tidak tepat saat bahkan ingin menyelesaikan masalah.

Tapi, tidak ada yang salah dari itu dan tidak banyak orang yang bertindak bijak dalam keadaan seperti itu. Banyak manusia yang juga mengalami perasaan baru dalam keadaan baru atau lingkungan baru yang belum dimengerti dan belum mengerti bagaimana seharusnya dia harus bersikap, sehingga yang muncul justru hal lain dari dirinya yang belum pernah dialami.  

Bagusnya, dari season 3, saya belajar bahwa dewasa dalam emosi juga artinya dewasa dalam pengambilan keputusan, bukan menghindar atau mengabaikan masalah itu sendiri. Jika itu pernah terjadi, anggap saja dulu kamu belum dalam fase menerima bahwa masalah harusnya segera diselesaikan dan salah paham harus segera diluruskan.

              Apa saja yang bisa kita pelajari dari kisah hubungan mereka ? Yuk.

1.      CARA KOMUNIKASI

Sebut saja Hwi hyun yang tidak punya inisiatif berbicara, sementara hye won banyak berpikir. Dahye yang perasa dan dong jin sangat typical rasional. Seo kyung yang fokus pada hal yang dia benci sementara ju won menunggu perubahan Keputusan seo kyung. Sang Jeong dan min hyung yang selalu berakhir dengan tangisan karena gaya bicara yang berbeda. 


Gaya komunikasi yang berbeda disini tidak salah, tapi hanya tidak ada titik temu – dari perspektif penonton, tidak ada keinginan untuk menyelesaikan masalah sehingga bukan Solusi yang didapat tapi justru masalah yang terus menerus dibahas tanpa hasil menyebabkan salah paham.

 

2.      CARA MENYELESAIKAN MASALAH (YU JUNG – JU WON -  CHANG JIN)

Hal yang harus saya apresiasi adalah kedewasaan yu jung – ju won dan chang jin ketika menghadapi masalah. Yu jung dengan mudahnya  menghilangkan kesalahpahaman dalam hati dan pikiran hanya dengan berbicara, ju won yang sangat pandai membaca situasi sehingga kesalahpahaman sekecil apapun bisa dihilangkan, sementara chang jin dengan sikap dewasanya bersikap gentleman dengan mau berubah untuk menyesuaikan kemauan yu jung agar hubungan dapat dipertahankan. Saya belajar dari sini bahwa, kehendak untuk memperbaiki tidak bisa hanya dari satu orang saja, dan betapa manisnya jika hubungan bisa dimengerti dan dipelajari terus menerus dari setiap orang tanpa penghakiman.

 

Mungkin masih banyak hal yang bisa kita pelajari dan kita amati dari beberapa minggu acara ini berjalan, yang berakhir pada kesimpulan – jika saja setiap orang mau belajar mengenali diri. Tidak ada salahnya terlambat daripada tidak sama sekali

Selamat belajar.

Best Regards, Latifa Mustafida

Tidak ada komentar

Terima kasih telah berkunjung.

Latifa Mustafida